Sunday, July 30, 2006

maka, beribu doa pun melangit..

’Bunda sayang, izinkan aku, ya ?’

pintaku lembut saat itu,

dan semburat jingga pun bertabur dalam damai,

sedang penggalan-penggalannya menjelma beribu cahaya,

memercik luruh relung-relung yang tiba-tiba menyeruak,

menyisakan harap yang kian bergulir,

matamu meredup, peluh pun mulai jatuh,

beriringan, dan tatapmu nanar,

sedang raut kelam berdesing keras menguak sepi,

melekat gundah sedemikian erat,

’tidakkah sayapmu masih rentan, Nak?

sedang angin di luar pun sedemikian keras berderak,

bahkan mentari seringnya menyengat tajam,

dan itu membuatku galau, sungguh... ’

aku memeluknya,

menyimpan lapis demi lapis cintanya,

menitipkannya pada sinaran yang melingkar,

hanya sesaat,

karena dadaku sedemikian sesak,

sedang cintanya bergulir tanpa putus...

‘....insyaAllah, dia laki-laki terbaik pilihan Allah, bunda, untukku…

tidakkah itu indah ?

laki-laki terbaik pilihan Allah, bunda, untukku...’, pekikku parau

helaan napas panjang, berbaur rindu,

dan syahdu yang mengumandang, kini menjejak kuat

lalu, ia mengusap kepalaku, menyandarkan separuh napasnya

dan mungkin seluruh, karena kini haru mulai berbercak

’sayapku mungkin masih rentan, tapi sayap kami akan saling menyangga kan, bunda ?

hingga akhirnya mampu mengepak seluas dahaga sekuat sayap bunda kelak,

bukankah itu yang bunda ajarkan ?’

’bukankah bunda yang memanggilnya datang,

lewat doa-doa panjang bunda,

lewat sujud-sujud syahdu bunda,

dan dalam perjalanannya meniti langit, ia kini mengajakku serta,

bukankah ini yang bunda adukan dulu pada Pemilik Hati ?’

’................... dan bunda,

ia mencintai Allah,

belajar mencintai Allah sedemikian kuat,

tidakkah itu sudah cukup, bunda ?’

napasnya kini berbalur haru,

luruh sudah segala,

maka, beribu doa pun melangit,

memenggal setiap gulita,

melebur pupus,

dalam rangkaian panjang sebuah cita,

hanya Allah saja ………