Friday, October 07, 2005

Sabrina Zakiyyah Amani

Namanya Sabrina Zakiyyah Amani….

Nama yang berat, menurut saya, sangat berat....

Seseorang yang sabar, berhati bersih dan beriman... pffyuhhh...

Selamat datang di dunia adik kecil, benar-benar berdoa agar kelak kau tumbuh seindah namamu...

Namanya Sabrina Zakiyyah Amani….

Pipinya bulat, kemerahan dengan rona segar membungkus...

Matanya terpejam, rapat, iyyalahh Des.. usianya baru hitungan hari..

Semua orang tersenyum bahagia...

Termasuk ibundanya, mesti meringis menahan sakit di ujung tempat tidur lainnya.

Yah, beberapa hari yang lalu, selepas waktu dhuha, hp saya menjerit, satu sms masuk. Mengabarkan Teh Tia melahirkan seorang putri cantik yang sehat. Tapi mohon doa karena Teh Tia harus masuk ruang ICU karena beberapa pembuluh darahnya pecah saat melahirkan. Saya meringis. Membayangkan rasa sakitnya. Dan gagal. Allah, batin saya...

Perempuan....

Perempuan....

Menyebutnya membanggakan ya. Haha.. Bukan karena saya juga perempuan. Tapi karena beberapa kejadian disekitar saya akhir-akhir ini membuat saya berpikir bahwa Allah menciptakan perempuan begitu kuat. Begitu kuatnya. Dan itu membuatnya begitu hebat. Hhh...

Kemarinnya, seorang teman saya dikantor. Sebut saja Mey. Tiba-tiba hampir semaput. Saya kaget. Dia memanggil nama saya. Dia sering sekali begitu. Niatnya biasanya menggoda saya, katanya saya kalau kerja terlampau kalem, seperti berada di alam lain. Jika saya menyahut, biasanya dia bilang : ‘iseng’. Ggrhh.. Tapi gadis 28 tahun ini teman terdekat saya. Baik sekali hatinya.

‘Mey, mey, jangan bercanda’ Dia tiba-tiba saja duduk lemas. Dan saya masih berpikir dia bercanda. Sampai saya dekati dan menatap raut wajahnya yang menahan sakit. Kontan saja saya panik. Dan teman-teman di booth terdekat jadi ikut panik. Akhirnya kami menggotongnya untuk berbaring di ruang sebelah. Dia benar-benar seperti bayi, cuma bisa berbaring melingkar. Sangat lemah.

Setelah diusut, ternyata ini hari pertamanya, got period. Ladies only !! Sibuklah kita menyediakan teh hangat, membeli Kiranti di AmPm bawah dan membuatnya senyaman mungkin dengan menumpuk-numpuk bantal. Lima belas menit lagi dokter kantor baru datang, jadi terpaksa menunggu. Di kantor ada dokter tetap yang menerima keluhan sakit para karyawan, tapi hanya beberapa jam saja di hari-hari tertentu. Setelah dokter datang, kami membawa Mey ke ruang periksa dokter.

Dokter bilang wajar hal seperti ini. Namanya dismonorea – benar ga ya nulisnya – nyeri saat haid. Akan lebih parah jika ada tekanan psikologis. Seperti beban kerjaan yang menumpuk, kondisi yang tidak harmonis di rumah dan lain-lain. Mey disarankan minum ponstan saja. Dia sudah bisa tersenyum sekarang. Akhirnya kami di booth saling bercerita tentang dismonorea. Kebetulan perempuan semua. Ada beberapa rekan kerja yang sudah berumur, ibu-ibu muda dan saya yang paling kecil. Ternyata ada yang lebih parah dari yang dialami Mey. Ada yang sampai benar-benar pingsan. Ada yang selalu mengambil cuti saat hari-hari pertama karena tidak bisa bangkit dari tempat tidur. Ada yang tidak bisa makan, karena bawaaanya pasti muntah. Parah nian. Dan ini terjadi tiap bulan. Duh, duh, perempuan...

Tiba-tiba sebuah peta tergambar di benak saya. Berat sekali menjadi perempuan. Sebelum melahirkan, dismonorea menghadang. Saat melahirkan, pembuluh darah pecah, ekalampsia, atau lain-lain yang ujungnya nyawa taruhannya. Ekalampsia – benar tidak ya tulisannya – itu keracunan kehamilan. Saya awam sekali istilah ini, mendengarnya saat teman booth sebelah mengalaminya. Sangat parah harusnya. Karena dia menjadi trauma berat akan melahirkan. Bahkan sudah divonis dokter tidak boleh melahirkan lagi.

Lalu pasca melahirkan, pikir saya, hal berat apa lagi ?

Dan pertanyaan saya terjawab saat seorang teman kantor mengabari bahwa ibundanya masuk rumah sakit, ruang opname, untuk operasi pengangkatan rahim besok paginya. Ternyata ada tumor disana. Salah satu penyakit menjelang dan pasca monopouse. Lainnya beragam, mulai dari stadium ringan hingga berat seperti kanker rahim. Masyaallah...

Pulang menjenguk Teh Tia, hujan menyelimuti bogor. Ada satu rasa menyelimuti. Masih tak bernama. Saya teringat bunda. Alangkah benarnya. Dalam islam perempuan ditempatkan dalam posisi yang begitu mulianya. Dijaga. Dilindungi. Dan dicintai.