Friday, March 11, 2005

If You Dont Like Something

“If you don’t like something, change it;
If you can’t change it, change the way you think about it”

Akhir-akhir ini saya teringat kata-kata diatas. Entah percaya atau tidak, tapi jujur ya, saya tidak suka kalimat tersebut. Terutama pada bagian ‘if you can’t change it…’. Ha..ha..ha..jadi mengingatkan saya pada pesan seorang teman, kok jadi hyperlink gini, ‘you should seriously learn to differentiate between what you can change and what you cannot’.

Gak nyambung sih dengan apa yang sebenarnya ingin saya ungkapkan, setidaknya tidak secara eksplisit. Tapi jari-jari ini jadi gatal setelah membaca emailnya iffan dan arief (subhanallah rief, gimana euy kabarnya ? , jarang ketemu ya, udah lulus apa :) ). Jadi, mengalirlah apa yang saya tulis ini.

Flashback nih, agak lama, tahun 2000. Masih saat pemilu juga. Oh, ya, saya menulis ini terinspirasi setelah membaca bagian kongkow-kongkownya iffan di warung sebelah sambil berkampanye ria. Suatu hari ayah saya pernah telat pulang ke rumah sehabis salat isya di masjid. Saat ditanya, ayah cerita diajak diskusi sama mahasiswa soal pemilu. ‘Mahasiswa IPB, laki-laki, baik-baik yah, ngomongnya santun, wawasannya luas. Terus cerdas pisan, diajak ngomong ini..’ dan mengalirlah kekaguman ayah. Kebetulan daerah kami memang dekat dengan kost-kostan mahasiswa IPB, hampir sama dengan margonda dan UI.

Hari-hari berikutnya pun begitu, sampai saat kami menonton televisi…’wah, emang Pak Nurmahmudi mah …’ Lha, kapan ayah ganti partai, maklumlah ayah saya pegawai negeri dan pemilu 2000 adalah momen pertama saat pegawai negeri boleh beda warna. Ayah saya malah tersenyum, usut punya usut ternyata perubahan itu dampak dari diskusi dengan mahasiswa IPB tadi. Jauh setelahnya, saya baru ber ooh ria dan berujar ‘direct seling’. Hingga kini, ayah jadi simpatisan pasif partai tersebut.

Saya percaya, perubahan adalah suatu keniscayaan. Seiring dengan bertambahnya usia kita atau memudarnya kemudaan kita, setidaknya adalah sebuah perubahan. Atau bertambah matangnya kita menyikapi setiap persoalan dan menindaklanjutinya dengan bijak pun adalah sebuah perubahaan. Dan saya sangat menghargai setiap perubahan sekecil apapun asalkan arahnya positif. Memang, bukanlah suatu hal yang mudah. Siapa juga yang bilang gampang ? Iya gak ? Melepas sesuatu yang biasa kita hirup, atau bahkan bertahun-tahun kita hirup ? Duh, jadi teringat sesuatu lagi nih..

Sesuatu yang membuat saya terpaku hampir..mmh..lima belas menit lamanya setelah habis membacanya. Sebuah cerita. Saya membacanya di internat al-kautsar, sudah lama, pas pdai zamannya siapa ya, lupa J. Cerita itu mengisahkan tentang seseorang. Sesorang yang memiliki cita-cita besar. Ia kecewa dan tidak puas dengan dunia di sekitarnya, maka ia pun berikrar ingin mengubah dunia. Setelah agak lama, ternyata dunia pun tidak berubah, dan ia pun menyadarinya. Maka cita-citanya pun diubah, ia ingin mengubah negaranya saja. Waktu pun hilang, daun-daun berguguran, tapi tetap saja negaranya tidak berubah. Hingga di saat genting hidupnya, saat ajal menanti dengan tak sabar, ia pun menyadari kekeliruannya dan berujar ‘Seharusnya yang kuubah terlebih dahulu adalah diriku sendiri, baru keluarga, negeri dan dunia’ . Ya begitulah, ia meninggal dengan segumpal kekecewaan di hatinya.

Hhh, yang membuat saya terpaku adalah terkadang angan kita melayang terlalu tinggi dan cita kita melambung terlalu hebat, hingga badan kita keletihan. Kepayahan. Bahkan luar biasa letihnya hingga tidak mampu lagi untuk berpikir melakukannya dengan apa yang ada dalam genggaman, dengan apa yang dekat dan bisa kita lakukan.

Saya pun percaya, setiap orang bercita-cita untuk melakukan perubahan. Ya, setidaknya perubahan untuk dirinya sendiri. Jika tidak puas dengan kondisi yang terjadi, ya coba ubah. Jangan teriak-teriak gak jelas, berontak atau bahkan berbalik dari barisan, cari selamat sendiri. Betapa dangkalnya ! Seperti kejadian tadi pagi, sekelompok pemuda tidak teridentifikasi membakar bendera-bendera paratai-partai yang ikut kampanye di sekitar daerah rumah saya sambil teriak-teriak gak percaya dengan pemilu. Apa coba manfaatnya, paling hanya kekecewaan yang sangat sedikit tersalurkan, selebihnya salah sasaran. Ingat kan cerita saya soal Purie, yah, mirip-mirip dikit lah.

So, come on guys, be mature and have big heart ! Ayo, bergeraklah ! Masih ada waktu, meski tinggal hitungan detik, detik-detik yang kita tidak boleh kalah kata Tarbawi J. Mungkin amunisi kita tidak seideal yang kita harapkan, hanya bambu runcing dan batu. Tapi, bukankah dengan bambu runcing bangsa indonesia menuai kemerdekaan ? Dan saudara kita di bumi palestina masih terus berjuang dengan batu-batu ? Jadi, yo lakukan semampu kita, mulailah dengan hal-hal kecil, misalnya email pencerdasan politiknya arief atau kongkow-kongkownya iffan. Selamat bergerak :)

Taken from my mail in FSI SMFEUI Milist

June 10, 2004